Strories . . . . Dea . . . . just sharing . . . . . . . stories-dea.blogspot.com . . . . dea.crazy.a@gmail.com

Senin, Februari 20, 2012

Karuma

Act. 1


Saat fajar telah bangun, Eve bergegas beranjak dari tempat tidurnya, hari ini adalah gilirannya untuk menjemput Ica. Begitulah kedua sahabat ini, mereka bergantian menjemput untuk saling merekatkan persahabatan mereka. Entah sudah sejak kapan hal ini menjadi tradisi.
Sejak Eve di adopsi di kelurga Renaldo, Eve tak memiliki teman. Apalagi dengan suasana baru sekolah Eve. Sejak Eve di adopsi dikelurga Renaldo, Eve di sekolahkan di sekolah St. Isa Maria, yang memiliki lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Eve yang pendiam dan terkesan asing menjadi daya tarik bagi Marischa. Dan sejak itu mulailah kebiasaan itu. Tapi saat itu, Eve tak serta merta terbuka pada Marischa, yang akrab di panggil Ica.
Setelah Eve selesai mandi dan berpakaian seragam, dia langsung menuju meja makan. Di sana sudah ada ayah angkat dan kakak angkatnya yang sedang sarapan pula. Dan masih dengan keadaan diam.
Eve terburu oleh waktu, sudah telat untuk menjemput sahabat karibnya.
“Nona Eve, nona Marischa baru saja datang untuk menjemput Anda”. Kata seorang pelayan perempuan dengan nada sinisnya.
Heh?!! Ica sudah datang? Bukannya hari ini aku yang akan menjemputnya ya? Lalu Eve segera memakai sepatu dan berjalan ragu ke ruang tamu… “Oh iya, hari ini Ica janji akan menjemputku!!”. Gumam Eve sendirian.
“Pagi Eve…!”. Ucap Ica riang.
“Pagi…”
“Selamat pagi…!”. Ucap seorang lelaki dengan lembutnya.
Eve terkejut mundur teratur. Siapa dia?!
“Nah… kan aku sudah janji akan menjemput kamu hari ini, dan ini kakak aku, supir kita hari ini”. Ucap Ica. Hie…?!! Yang benar saja, Ica menjadikan kakaknya sebagai supir?!
Wajah Eve hanya terheran-heran.
“Hehehe… Terkejutkan!! Bukan Eve, kita barengan kakak aku. Ini kakak aku, Nicoled. Nah kakak, ini sahabat aku, Eve…”. Kata Ica. Eve dapat menangkap signal bahaya dari sini.
Oh Ica, ini tak lucu. Umpat Eve dalam hati. Nicoled mengulurkan tangannya dan menengadahkan tangannya. Eve hanya menyambut sekedarnya. Tapi saat tangan Eve sampai pada tangan Nicoled, Nicoled malah mencium tangan Eve. Eve hanya melongo saking kagetnya.
“Jadi ini Eve, melebihi dugaanku. Kau lebih cantik dari indahnya malam…”. Kata Nicoled lembut. Dari sini Eve pingin muntah.
“Iyalah… Evekan dilahirkan di tengah malam badai berpetir…”. Kata Ica.
“Eh!! Benarkah?!!”. Nicoled sedikit terkejut.
“Tentu saja itu bohong! Sudah, lepaskan tangan Eve. Kakak tidak punya rencana untuk menelan tangan Eve bukan…”. Ucap Ica, dan Eve segera menarik tangannya. Eve masih terperangah dengan kejadian barusan. Dan Nicoled masih juga memandangi Eve dengan mata birunya.
“Halow…. Kita sudah telat untuk berangkat ke sekolah. Apa kakak akan telat untuk ke kantor?!”. Kata Ica.
“Ah… Em, ya...”. Nicoled serasa terpergok sedang mengintip gadis mandi.
Mereka segera bergegas berangkat. Diperjalanan Ica tak hentinya membicarakan Justine Carrye Braxton. Ketua dewan murid di sekolah mereka. Tentu saja karena lelaki ini adalah lelaki tertampan nomor satu versi SMU mereka. Sebenarnya masih ada lelaki tampan yang juga tenar di sekolah itu, tapi mungkin karena sifatnya yang suka mempermainkan perempuan, arogan, sok cakep—tapi memang cakep—, suka sering mampir di ruang BP itu, dia jadi berada di urutan nomor dua setelah Justie Carrye Braxton. Dia bernama David Kenny Igleiase. Dan mungkin juga soal kepandaian yang menjadikan urutan itu. Justine yang seorang ketua dewan murid, anaknya pintar, ramah meski orangtuanya memiliki saham besar di yayasan St. Isa Maria.
Seperti berbanding terbalik dengan David. David orang yang cuek, kepandaiannya seolah keberuntungan, sombong dan angkuh, suka main perempuan juga, tak terhitung berapa pacarnya. Tapi anehnya, dia adalah penerus rumah sakit milik keluarganya, dan usut punya usut bahwa David sudah diterima di perguruan tinggi di luar yayasan St. Isa Maria yang sarat akan fakultas kedokteran, saat David duduk di kelas satu SMU.
Dan Ica juga masih tak hentinya membandingkan kedua orang tampan versi SMU mereka itu. Eve hanya sesekali tersenyum untuk menanggapi ocehan Ica. Eve memandang keluar jendela mobil. Dan tak sadar, sedari tadi mata Nicoled tak lepas dari Eve.
###

Tapi pagi ini Eve tak mengikuti pelajaran seperti biasanya. Ketika bel pagi berdering, Eve malah harus pergi ke ruang BP untuk menyelesaikan kasus kemarin.
“Sentimentil sekali sih, kejadian begitu saja sampai di laporkan polisi begini”. Gumam Eve.
“Hm. Benar-benar, aku setuju. Masalah sepele saja sampai harus jadi ribet begini”. Ucap seorang siswa.
Eve terkejut dan langsung menoleh. Akh!! David Kenny Igleiase?!! Untuk apa dia di sini? Eh salah, bukan begitu, maksudku, untuk kasus yang mana dia mampir ke sini?
Matanya terbelalak saking terkejutnya melihat David Kenny Igleiase duduk di sampingnya, di ruang BP.
“Kenapa menatapku seperti itu? Seperti melihat hantu saja…”. Ucapnya. Eve segera menundukkan pandangannya. “Ngapain kamu di sini Eve? Tak biasanya anak pintar dan penurut macam kamu ada di sini?”
Ah, jadi… David masih ingat dengannya? Bahkan David memanggilnya dengan namanya. Oh Tuhan, polisi sekolah memang tak selamanya buruk.
“Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan ketua dewan?”
Eve menoleh cepat pada David, “Apa?!!”
“Iya, hubunganmu dengan si Justine Braxton itu…”
“Hubungan? Dengan Justine Braxton? Ketua dewan murid itu?”
“Iya, Justine Carrye Braxton si ketua dewan murid itu. Siapa lagi? Memang ada Justin lain yang jadi ketua dewan itu?”
“Memangnya siapa yang berhubungan dengannya?”
“Lho, kan kamu?”
“Eh!! Aku? Itu tidak mungkin, aku tak ada hubungan apa-apa dengannya”
“Eh?!! Sungguh? Padahal gosipnya sudah menyebar lo...”
“Gosip? Astaga ya ampun,”
David hanya tertawa dan Eve hanya kaget dengan hal itu. Bagaimana mungkin dia di gosipkan berhubungan dengan ketua dewan murid, sedangkan dia baru tahu tadi malam kalau ketua naksir dirinya.
Tiba-tiba pengawas BP datang dan berkata, ”maaf, mr.Inaclhiuse tidak bisa datang karena ada urusan keluarga. Jadi kalian bisa mengikuti pelajaran kembali. Maaf sudah memotong jam belajar kalian”
Lalu Eve dan David keluar dari ruang BP. David menoleh pada Eve.
“Bagaimana?” Tanya David pada Eve.
“Apanya?”. Jawab Eve malah balik tanya.
“Mau ke kelas?”
“Iyalah, memangnya mau ke mana lagi?”
“Sudah kepalang tanggung untuk ke kelas. Bagaimana kalau kita ke hutan saja?”
“Untuk apa ke hutan?”
“Kau kemarin ke hutan ngapain? Kayaknya asik, sampai larut baru kembali”
“Eh, itu sih…”
“Ayolah Eve, ajak aku ke tempat favoritmu”
“Aku tak punya tempat favorit seperti itu…”
Tapi telat bagi Eve untuk bilang tidak ke David. Karena David sudah menyeret Eve menuju hutan sekolah.
“Tapi bagaimana kalau kita nanti ketahuan polisi sekolah? Kita pasti di skors…”
“Sudahlah. Itu nanti saja kita pikirkan”
“Ya sudahlah. Oh ya Igleiase…”
“David, panggil saja aku David”
“M, ya, D…David… Kenapa kau hari ini ada di kantor polisi?”
“Seperti biasa, kemarin aku ketahuan bercumbu di lab.fisika”
Apa!!? Bercumbu?!! Bercinta maksudnya? Ya ampun, orang ini benar-benar sakit!!
“Jadi, kau belum berhenti dari kebiasaan asikmu itu?”
“Apa? Kebiasaan asik?” David tertawa lepas… “Dari mana kau dapatkan kosa kata itu? Kau ini”
Eve hanya terdiam memandangi pohon cemara yang menjulang tinggi di hadapannya. Saat natal tahun depan pasti pohon ini akan di potong untuk keperluan natal yayasan. Kasihan, padahal jika di pikirkan bisa juga menghias pohon yang dalam keadaan tetap di tempatya.
“Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau tak kaget dengan hal itu? Biasanya gadis rumahan seperti kau pasti akan histeris dan menghindar mendengar yang seperti itu?”
“Memangnya aku terlihat seperti gadis rumahan dalam imajinasi konyolmu itu?”
“Hm…”. Dan mereka jatuh dalam belenggu diam.
“Udaranya sejuk dan nyaman, aku akan tidur. Kau di sini saja ya”
“Kenapa aku harus menungguimu tidur. Memangnya aku kurang kerjaan apa…”. Jawab Eve mencoba sinis. David duduk di dekat pohon Ekk.
“Kemarilah Eve,”
“Apa?”
“Sudahlah ayo kemari...”. Eve mendekat.
“Duduklah...”. Dan Eve menuruti kata-katanya.
“Aku pinjam kakimu. Hehehe…”
“Haih… Kukira ada apa, percuma kuturuti kata-katamu. Aku yang rugi…”. Meski Eve berucap begitu, Eve tetap senang. Baru kali ini Eve dapat ngobrol sedekat ini dengan David.
“Hahaha…”. David hanya tertawa.
###

Eve yang baru saja mengerti sistim yang diterapkan di yayasan sekolahnya benar-benar menyesal telah masuk dalam sekolah itu. Dia akan selamanya bergelut dengan sistim itu. Mungkin saat Eve baru pertama kali memasuki yayasan itu saat kelas enam SD, Eve akan dimaklumi saat melakukan beberapa kesalahan, apalagi posisi Eve adalah anak dari direktur utama yayasan itu. Satu tahun lebih Eve baru mengerti seluk-beluk yayasan sekolahnya itu.
Dia berlari menuju belakang sekolah, dan memasuki hutan. Lama dia berdiam di dalam hutan sekolah. Tiba-tiba datang seorang anak laki-laki.
“Hai, sedang apa kau di sini?”
Dan Eve hanya terdiam. David Kenny Igleiase, anak menteri kesehatan Negara. Dan dia adalah penerus rumah sakit internasional milik keluarganya. Dia adalah siswa kelas dua SMP, kakak kelas Eve. Anak yang sebenarnya pandai tapi dia sangat cuek dan sering masuk kantor BP, atau lebih akrab disebut polisi sekolah. Banyak kasus yang menjadi sebab dia masuk kantor polisi, diantaranya, sering bolos kelas, ketahuan sering merayu guru perempuan yang masih lajang, makan di kantin saat jam pelajaran, telat sekolah, sering tidak buat PR, ribut dengan guru, ketahuan sering mampir ke klub malam dan main perempuan, dan masih banyak lagi ragamnya. Dia seolah cuek pada semua peraturan sekolah yang telah di buat. Intinya, David adalah gudang dari masalah sekolah.
“Hellow… any body there?”
“Ah...m… maaf”
“Kenapa minta maaf?”
“Karena aku mgabaikan pertanyaanmu”
“Lalu?”
“Aku minta maaf…”
“Harusnya kau jangan minta maaf”
“Lalu?”
“Harusnya kau menjawab pertanyaanku”
“Oh…”
“Hanya oh?”
“Ah, maaf. Apa pertanyaanmu tadi?”
“Kau minta maaf lagi? Sudahlah, lupakan saja..”
“M… aku, Eve “
“Aku tahu, kau Eve Charlote Renaldo, putri angkat dari direktur utama yayasan. Kau kelas satukan?”
“M yeach, bagaimana kau tahu?”
“Siapa yang tak tahu tentang anak angkat direktur utama yayasan kita ‘tercinta’ ini. Yang menurut gosipnya, dia sangat pendiam, garang, menakutkan, dan cantik ini?”
“Oh ya? Kau cukup up-date soal gosip ya? Lalu gosip cewek cantik mana lagi yang kau tahu? Ayo, ceritakan padaku semua pengetahuanmu soal cewek cantik”
“Ternyata gosip memang tak boleh ditelan mentah-mentah…”
“Apa maksudmu? Kau kira aku tak tahu tentangmu, gosip anak menteri kesehatan Negara? Sering bolos kelas, ketahuan sering merayu guru perempuan yang masih lajang, makan di kantin saat jam pelajaran, telat sekolah, sering tidak buat PR, ribut dengan guru, ketahuan sering mampir ke klub malam dan main perempuan, dan masih banyak lagi ragamnya. David Kenny Igleiase, biang dari masalah sekolah. Hem? Ayo? Ceritakan semua pengetahuanmu?”
David hanya bertepuk tangan.
“Kenapa? Kenapa hanya a-plouse?”
“Gosip benar-benar mengerikan ya?”
“Apa? Kau mau menyangkal semua itu?”
“Tidak, itu memang benar, aku hanya tak menyangka kau tahu sampai sedetil itu. Hebat, kau seperti infotaintment berjalan...”
“Tentu saja. Lalu, apa maksudmu tentang gosip itu ternyata mengerikan, kau tak menyangkal semua gosip tentang dirimu?”
“Ternyata gosip tentangmu semua itu bohong, dan hanya satu saja yang benar”
“Oh ya? Apa itu?”
“Kau cantik…”
“Hmmmm, hanya itu saja? Tentu saja aku cantik”
Mereka terdiam.
“Igleiase, boleh aku bertanya?”
“Ya, tentu. Apa itu?”
“Apa kau sejak awal bersekolah di sini?”
“Ya,”
“Bagaimana menurutmu tentang sekolah ini?”
“Membosankan”
“Kau tahu kalau aku bukan anak dari keluarga Renaldo?”
“Lantas?”
“Kau bilang aku cantik? T…Tadi kau bilang begitu kan?”
“Lalu?”
“Cantik yang seperti apa?”. David memandang ke arah Eve. “A…a…aku hanya ingin tahu pendapatmu saja,”
“M, yach... kau itu, unik. Apa ya, auramu itu seperti pekatnya malam. Entahlah, aku merasa kau itu tidak seperti gadis pada umumnya. Kau begitu misterius dan sangat menarik. Apa ya, entahlah aku juga tak tahu. Aku bukan pujangga kau tahu. Aku hanya robot milik ayahku yang akan jadi dokter sama seperti dia…”
“Igleiase… M… a…aku, aku sangat… m… tertarik dengan sikap cuekmu itu. Aku begitu, m…maksudku aku, aku sangat menyukaimu. Maukah kau berpacaran denganku?”
“Jadi itu pertanyaanmu?”
“Maksudmu?”
“Kutunggu apa pertanyaanmu, ternyata,”
“…”
“Maaf Eve, aku bukan pria baik untukmu”
“Apa maksudmu?”
“Jangan menyukaiku, cari saja yang lain”
“Kenapa?”
“Aku tak ada jawaban lain”
“Jadi maksudmu, kau tak mau berpacaran denganku begitu? Kau menolakku?”
“Maaf … Aku tak bisa”
“Hm, tak apa,”
Kemudian David beranjak pergi.
“Kalau kau berubah pikiran Igleiase…”
David hanya melambaikan tangannya sekali.
Dan esoknya Eve tidak masuk sekolah hingga satu minggu, padahal dari rumah Eve berangkat sekolah, tapi dia tak di temukan saat sekolah telah di mulai hingga lama sekolah berakhir, Eve baru pulang.
Sampai di rumah Eve hanya terkena amarah dari kakaknya. Di sekolahpun Ica hingga menangis di depan umum demi ingin tahu apa yang di pikirkan Eve dan khawatir dengan keadaan Eve.
“Ibuku meninggal…”. Hanya itu yang keluar dari mulut Eve. Tepat saat David lewat di depan Eve dan Ica yang sedang menangis. Eve hanya terdiam, lalu beranjak gontai dan tak menghiraukan panggilan Ica yang menjadi polusi udara di lorong kantin sekolah.
Sejak itu David tak terlihat lagi, dan bahkan terkesan menghindari Eve.

Dan sekarang, sudah tiga tahun sejak saat itu. David muncul dihadapan Eve, dan seolah tak terjadi apapun. Bahkan David menyapanya dengan akrab. Ini benar-benar kejutan bagi Eve.
###

“Kamu tahu Eve? Ketua benar-benar menyukai kamu”. Kata Ica.
“Aku tak tahu maksudmu. Sudahlah Ica, jangan cerita tentang hal itu lagi. Bagaimana kalau kau cerita tentang pelajaran Mr.Clayde?”. Kata Eve.
“Eng… masalah itu… mungkin kamu akan diskors Eve”. Ucap Ica pelan.
“Oh…”
“Hanya itu?”. Ica terkejut.
“Lalu aku harus bagaimana? Harus histeris? Takut? Atau menurutmu aku harus menemui Mr.Clayde?”
“Menurut aku begitu sebaiknya Eve…”
“Ica, aku tak suka itu kau tahu? Aku benar-benar tak tahu kenapa aku sangat membenci orang itu. Entahlah Ica, aku, aku sungguh tak suka dengan orang itu. Entahlah aku juga tak tahu”
“Tenang saja nona manis, kau tak akan bertemu denganku untuk beberapa hari. Kau akan menerima cuti untuk hal itu. Berterimakasihlah padaku”. Tiba-tiba Mr.Clayde muncul dari arah belakang kedua bocah itu.
“Mr.CLayde?!!” Ica terkejut tak terkira.
“Really?” Hanya itu yang keluar dari mulut Eve.
“Ah... m... Selamat pagi Mr.Clayde…” Sapa Ica mencoba mencairkan suasana.
“Tak perlu berbasa-basi menyapaku Mrs.Ortegga” Kemudian Mr.Clayde berlalu.
“Lihat, kau harusnnya tak menyapanya. Untuk apa?” Ucap Eve sinis.
“Sudahlah Eve. Bagaimana ini Eve?”
“Apanya? Apa yang kau bingungkan?”
“Ayolah Eve, seriuslah sedikit…”
“Aku selalu serius Ica”
“Hah… sudahlah Eve. Percuma bicara serius dengan kamu, kamu tahu? Oh ya, bagaimana kalau kita ngobrol tentang ketua yang nge-fans berat dengan kamu”
“Tidak! Bagaimana kalau ngobrol tentang pacarmu?”
“Eh?!!! Maksud kamu? Pacar yang mana? Aku tidak punya pacar Eve!!”
“Lho?!! Benarkah? Aku tak tahu itu”
“Memangnya kamu beneran tidak tahu?”
“Aku tak tahu hal itu. Kukira kau orang yang mudah dapat pacar”
“Apa?!! Jadi selama ini kamu menilai aku seperti itu?”
“Kupikir begitu…”
“Keterlaluan kamu…”

Kemudian mereka tiba di kantin sekolah.
“Tidak aku kira kantin hari ini seramai ini” keluh Ica.
Mereka mengantri. Hari ini antrian kantin memang cukup panjang. Setelah cukup lama mengantri, akhirnya mereka mendapatkan menu yang mereka inginkan dan mulai mencari meja untuk makan.
“Lalu bagaimana Eve?”
“Apanya?”
“Ah sudahlah. Oh ya kemarin kamu kemana saja seharian setelah jam pertama? Kamu menghilang sepanjang hari. Saat aku sms kamu malah menyuruh aku untuk pulang duluan. Lalu kamu pulang naik apa?”
“Aku pulang jalan kaki”
“Hye!!!”. Semua siswa melihat ke arah mereka karena suara keras Ica.
“Biasa saja Ica… Kau ini buat malu saja...”

“Hai Eve…” sapa David saat melewati Eve.
“Oh, hai David… Tumben kau makan di kantin?”
“Hahaha…” dan David berlalu.
“Kamu kenal dengan manusia itu Eve?” kata Ica kaget.
“Ada yang aneh?”
“Wah... Jangan coba-coba kamu kenal dia kalau kamu tidak siap dengan para Hedernya Eve”
“Maksudmu?”
“Lagi pula Eve, manusia itu sangat berbahaya. Jangan sekali-kali kamu kenal dan berteman dengannya apalagi berpacaran dengan manusia itu. Dia itu banyak penggemarnya,”
“Lho sama juga dengan ketua dewan itu kan?”
“Oh tidak Eve! Ketua dan manusia itu sama sekali berbeda Eve. Orang itu cukup berbahaya. Pacarnya bertebaran dimana-mana. Dia itu playboy. Dan berandalan kelas kakap. Dia itu biangnya masalah sekolah kita. Polisi sekolah kita sudah tidak bisa lagi membimbingnya, dia sering terlibat tawuran diluar sekolah. Dan manusia itu,”
“Bisakah kau berhenti menyebutnya ‘manusia itu’ Ica?”
“Eh, kenapa? Kenapa kamu marah? Ahh… jangan-jangan kamu suka dengannya ya, makannya kamu marah? Iyakan Eve?”
“Ica. Kau sendiri yang cerita kalau dia banyak penggemarnya. Lantas bagaimana kalau para penggemarnya tahu kau menyebut pujaan hati mereka dengan sebutan ‘manusia itu’. Jadi, bisakah kau melupakan pikiranmu bahwa aku menyukainya?”
“Eh?!!! Kamu benar Eve. Ya ampun. Aku lupa Eve. Oh Eve, maafkan aku, aku telah berpikir seperti itu, menuduh kamu seperti itu...” ucap Ica memelas. “Lalu bagaimana kalau kita menginisialkan manusia itu dengan… m… apa ya…? Menurut kamu apa Eve?”
“Lah… kau sendiri yang tak mau memanggil namanya dan mau menginisialkannya. Ya kau pikir saja sendiri”

“Hai… Boleh duduk di sini?”
“Ah, ketua! Ya ya, silahkan duduk saja sesuka ketua. Di mana saja” kata Ica riang.
“Ih…berlebihan…” ucap Eve pelan.
“Apa Eve?” kata Ica judes.
“Ah tidak… Tak ada apa-apa kok. Santai saja sist” ucap Eve sambil nyengir.
Dan ketua duduk di sebelah Eve.
“Oh ya ketua apakah,”
“Maaf Mrs.Ortegga. Jangan panggil aku seperti itu. Panggil saja aku, Justine” Kata Justine sungkan.
“Oh maaf Justine. Kalau begitu panggil aku Ica. Seperti Eve memanggilku. Ya kan Eve?”
“Hm…” Jawab Eve seperti tak perduli.
“Oh ya, maaf kalau aku mengganggu obrolan kalian. Bolehkah aku juga bergabung dengan obrolan kalian?” kata Justine masih sungkan.
“Oh! Tentu saja Justine! Kita terbuka pada siapapun...” ucap Ica riang.
“Kau saja Ica, bukan kita!” Kata Eve tegas.
“Oh? Iyakah?” kata Ica penuh tanya.
“Iya.” Kata Eve tegas.
“M… Oh ya, tadi kita sedang membicarakan Igleiase” kata Ica masih sedikit bingung dengan statementnya tadi.
“Igleiase? David Igleiase?” Justine kurang jelas dengan hal itu. Dia ragu apakah yang dimaksud adalah David si-biang keladi masalah sekolah itu. Tak sedikit nama David di sekolah itu.
“Iya, si pembuat onar itu,” kata Ica membenarkan. “Lalu bagaimana menurut Justine orang itu, ah, maksudku Igleiase?”
“Ng… Biasa saja” jawab Justine ragu-ragu sambil melirik Eve.
“Oh ya…? Wah... menurut aku sih dia itu benar-benar biang dari tercemarnya sekolah kita… “
“Kalau menurut Mrs.Renaldo, bagaimana?”
“Kuarasa orang memiliki masalah sendiri-sendiri. Tak perlu meng-ekslpoitasi masalah pribadi orang kan” Ucap Eve tegas dan sok bijaksana.
“Alah, Eve. Kamu sok netral. Sok tahu kamu, sok pahlawan. Lagak kamu saja baik, padahal nanti di belakang orang-orang kamu akan membicarakan kejelekan orang itu...”
“Maksudmu?” Eve mulai emosi karena hal itu.
“Eh, kenapa marah. Jangan sok jaim dong Eve. Kita jujur saja” Dan Ica masih tak mau kalah.
“Kau ini kenapa sih?”
“Kamu yang kenapa!!” Nada bicara Ica mulai meninggi dan menarik perhatian para siswa yang berada di kantin.
“Apa-apaan sih…” Eve mulai mengeluh dan kemudian pergi.
“EVE!!!” Eve tak perdulikan panggilan Ica. Dan Eve segera pergi dari kantin.
“M, maaf kan aku Marischa, aku tak bermaksud untuk…” ucap Justine kesulitan dengan keadaan barusan.
“Sudahlah Justine, tidak apa. Ini bukan salah kamu. Hari ini Eve memang sedikit sensitif. Apa dia sedang ‘dapet’?”
“Kau bisa saja...”

Saat itu Eve menuju ke perpustakaan untuk menenangkan dirinya. Entah kenapa dia harus marah pada Ica. Hanya karena Ica membicarakan kenyataan tentang David. Dan kenapa Eve harus marah pada orang yang membicarakan tentang itu. Itu adalah kenyataan bukan? Tapi kenapa harus David. Hah…entahlah, ini misteri tentang David.
Eve mengambil buku berjudul Leonardo Davinci. Sambil membukanya dia berjalan mendekati bangku terdekat. Lalu dia duduk di kursinya. Perlahan dia menoleh.
David tidur berbantal kamus kedokteran yang amat tebal. Dia tertidur dengan pulasnya di sana. Di kursi, bangku paling terpencil diantara bangku-bangku perpustakaan yang lain.
Eve hanya dapat melihatnya dengan kaget, senang, takjub, dan entah apalagi. Eve hanya memperhatikan David yang tertidur berbantal kamus kedokteran dengan sambil memegangi buku yang dia ambil tadi.
Lalu dia membaca buku dengan tenang yang dipegangnya.
Tiba-tiba datang Mr.Clayde yang sedang mengembalikan buku seni yang di ambil untuk bahan materi.
“Rupanya kau lebih suka menunggui pungguk tertidur daripada mengikuti kelasku. Kutanya baik-baik kau Eve, kenapa kau tak pernah mengikuti kelasku?”
“Aku pernah mengikuti kelasmu Mr.Clayde,” bantah Eve.
“Oh ya, benarkah? Aku lupa”
“Berarti kau yang lupa Mr.Clayde,”
“Lalu kenapa kau tak mengikuti kelasku hari ini? Kau suka menunggui pungguk ini di sini?”
“Apa maksudmu dengan pungguk?”
“Sudahlah Eve, kenapa kau tak berhenti membuat masalah denganku. Kalau kau minta maaf padaku, aku akan memutihkan laporanmu di kantor polisi”
“Mr.Clayde, kalau kau tak membuat masalah denganku, aku juga tak akan membuat masalah denganmu”
“Oh, begitukah? Baiklah, terserah kau saja”. Kemudian Mr.Clayde berlalu.
“Kalau kau mau perang jangan di sini donk Eve, berisik tahu. Lihat, pungguk jadi terbangun.” Keluh David.
“Eh?!! Kau sudah bangun David? Maaf kalau tidurmu terganggu...”
“Kau ada masalah dengannya Eve? Dan apa kau ada hubungan dengannya Eve?”
“Kenapa kau tanya begitu?”
“Ingin tahu saja,” jawab David mencoba cuek, namun nampaknya gagal.
“Benarkah?” Ucap Eve, karena Eve menangkap gelagat lain di wajah David.
“Ah, tidak, aku hanya…” David terdengar gagap karena terpergok oleh Eve dengan pikirannya.
“Yeach… mungkin aku tak suka dengan orang itu. Orang itu terlalu misterius. Dan tentang hubungan itu, aku tak punya hubungan apapun dengannya. Aku tak tahu kenapa dia memanggilku seperti itu. Tidak lebih buruk daripada dia memanggil nama belakangku”
“Oh...” Desah David lega.
“Kenapa? Cemburu?”
“Tentu saja, hanya aku yang memanggilmu seperti itu dengan spontan”
“Ada-ada saja kau ini” Dalam hati Eve tetap merasa senang.
###

Jumat, Februari 17, 2012

polar bear